Konsep Digital Citizenship muncul
seiring dengan semakin dahsyatnya perkembangan teknologi informasi dan
internet yang ditopang dengan kehadiran banyak sekali situs jejaring,
baik dalam bentuk macroblog maupun microblog. Saat ini, ratusan juta
orang dari banyak sekali belahan dunia telah memanfaatkan kehadiran
situs jejaring sebagai ajang untuk saling interaksi antara satu individu
dengan individu lainnya secara digital. Mereka bergabung dan membentuk
komunitas-komunitas tertentu untuk saling mengembangkan informasi dan
memanfaatkan banyak sekali konten yang didistribusikan, baik dalam
bentuk video, e-book, gambar, dan lain-lain.
Penggunaan situs jejaring di Indonesia tampak memperlihatkan
perkembangan yang signifikan dan telah merambah hampir semua lapisan
kalangan, mulai dari presiden, politisi, selebriti, akademisi, sampai
masyarakat awam, termasuk di dalamnya bawah umur kita. Hingga tahun
2012, dilihat dari angka pertumbuhan pengguna, Indonesia tercatat
sebagai negara terbesar keduang,setelah India, dan diperkirakan mencapai
angka pertumbuhan sekitar 51.6% . (popsurvey.net).
Facebook sepertinya masih menjadi pilihan favorit dan menempati urutan
pertama sebagai situs jejaring yang banyak dipakai masyarakat, disusul
Twitter pada urutan kedua. Berdasarkan data yang dimiliki Kementerian
Komunikasi dan Informatika, total ada sekitar 43,06 juta orang yang
memakai situs jejaring sosial Facebook (AntaraNews.com). Mereka yang
memanfaatkan dan bergabung dalam banyak sekali situs jejaring itulah
yang kemudian membentuk hadirnya konsep Digital Citizenship.
Lantas, apa gotong royong Digital Citizenship itu? Teachthought.com
memperlihatkan rumusan perihal Digital Citizenship sebagai “the quality
of an individual’s response to membership in a community”. Sementara,
digitalcitizenship.net memperlihatkan pengertian Digital Citizenship
sebagai “the norms of appropriate, responsible behavior with regard to
technology use”. Rumusan dari Teachthought.com lebih berkaitan dengan
penggunaan jejaring sosial, sedangkan digitalcitizenship.net
memperlihatkan pengertian Digital Citizenship dalam konteks penggunaan
teknologi yang lebih luas. Dari kedua rumusan tersebut tampak bahwa
Digital Citizenship menunjuk pada kualitas sikap individu dalam
berinteraksi di dunia maya, khususnya dalam jejaring sosial, dengan
memperlihatkan sikap yang bertanggung jawab, sesuai dengan norma dan
etika yang berlaku.
Digital Citizenship berafiliasi dengan kemampuan mengelola dan
memonitor sikap dalam memakai teknologi, yang didalamnya terkandung
keamanan, etika, norma, dan budaya.
Bagaimana seharusnya kita memanfaatkan teknologi informasi secara aman,
tidak menjadikan kerugian dan membahayakan keselamatan diri sendiri
maupun orang lain.
Bagaimana seharusnya kita berkomunikasi di jejaring sosial dengan tetap
menjaga etika, mengacu pada norma-norma yang berlaku di lingkungan
internal, nasional maupun universal.
Bagaimana seharusnya kita bertransaksi informasi di dunia maya,
terutama dalam mengunggah/mengunduh konten dan bertransaksi melaui
online shop.
Melihat perkembangan penggunaan internet dan situs jejaring di
Indonesia yang demikian pesat, di satu sisi bisa dikatakan sebagai suatu
kemajuan, –setidaknya masyarakat sudah berguru untuk mengenal
teknologi, tetapi di sisi lain menjadikan keprihatinan tersendiri,
khususnya kalau dikaitkan dengan Digital Citizenship ini. Budiono
Darsono, Pemimpin Redaksi Detikcom, menyebutkan penggunaan situs
jejaring sosial di Indonesia mengalami tantangan bahwa masih banyak yang
memakai untuk hal-hal kurang produktif. (Kompas.com).
Situs jejaring ditengarai kerap dipakai sebagian orang atau kelompok
tertentu untuk mencerca dan mencemarkan nama baik orang lain. Jika Anda
sempat mengikuti komentar-komentar yang ada di banyak sekali media
online, khususnya yang terkoneksi ke situs jejaring sosial, Anda bisa
menemukan puluhan atau ratusan komentar yang menggambarkan betapa masih
perlunya peningkatan pemahaman dan kesadaran akanDigital Citizenship
ini.
Untuk menjadi warga digital (Digital Citizen) yang sehat dan
bermartabat tentu diharapkan edukasi tersendiri. Di sekolah, siswa perlu
dibelajarkan dalam mengakses banyak sekali informasi melalui internet
secara benar dan bisa berkomunikasi secara beradab dalam situs jejaring
yang diikutinya. “Digital Citizenship must become part of our school
culture—not just a class or lesson but the way we do business in
education”,demikian saran dari Mike S. Ribble dan Gerald D. Bailey. Di
lain pihak, Agus Sampurnodalam blog yang dikelolanya mengingatkan kepada
kita perihal pentingnya pendidik untuk menjaga keselamatan siswa di
internet.
- Etika kewargaan digital adalah suatu konsep
norma perilaku yang tepat dan bertanggung jawab terkait dengan cara
menggunakan teknologi untuk memberikan keamanan terhadap sesama pengguna
teknologi.
- Warga digital adalah orang yang sadar akan pentingnya teknologi dan mengetahui bagaimana cara memanfaatkan teknologi menjadi hal yang positif.
- Komponen-komponen dalam kewargaan digital diantaranya yaitu :
- Lingkungan
belajar, yaitu para akademis dituntut untuk sapat memanfaatkan
teknologi digital dengan sebaik-baiknya seperti mencari informasi,
menyimpan data, mencari literatur. Lingkungan belajar memiliki tiga sub
bagian yang terdiri atas akses digital, komunikasi digital dan literasi
digital.
- Lingkungan sekolah, yaitu terdiri dari hak digital, etiket digital dan keamanan digital.
- Kehidupan diluar lingkungan sekolah, berupa hukum digital, transaksi digital dan kesehatan digital.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar